Wednesday, April 6, 2011

“Saya Ingin Didoakan Cepat Mati Saja…”

Suami dan anaknya telah terlebih dahulu meninggalkan dunia membuat seorang oma ini meminta untuk didoakan segera meninggal. Bukan permintaan yang mudah ketika saya diperhadapkan pada kesempatan untuk mendoakan permintaan tersebut kepada Tuhan. Formulasi kalimat-kalimat yang “netral” pun, yang pada akhirnya saya pilih. Namun itu tidak menghentikan keinginan si oma untuk mengatakan “Mati, doakan mati…” di tengah-tengah doa.
            Dewasa ini, terlepas dari perihal kasuistik tersebut, banyak orang tidak takut untuk mengakhiri hidup. Bahkan tak jarang, orang-orang mengakhiri hidup mereka sendiri. Mengapa lebih takut untuk hidup daripada untuk mati? Ketika pertanyaan itu saya ajukan pada diri saya sendiri, saya pun menjadi berpikir apa itu hidup. Apakah hidup itu adalah suatu keadaan yang ditandai dengan masih berdetaknya jantung dan masih berfungsinya paru-paru dengan baik? Apakah hidup itu adalah suatu keadaan yang ditandai dengan masih berfungsinya organ-organ dalam dan panca indera? Apakah hidup itu adalah suatu kesempatan untuk berkarya di dunia? Anggap saja saya setuju dengan definisi yang terakhir, lalu karya apa yang dapat saya kerjakan di sini? Karya apa yang dapat saya ciptakan? Karya apa yang dapat saya kembangkan? Karya apa yang dapat saya pertahankan? Kalaupun saya telah dan sedang berkarya, apakah karya-karya tersebut mampu dikategorikan sebagai karya bagi Tuhan? (sembari bernyanyi… Ya Abba, Bapa… ini aku anakMu, pakailah sesuai dengan rencanaMu…) Hal tersebut juga mengarahkan saya pada pemikiran pentingnya berlatih peka terhadap suara Tuhan, bila tidak peka, bagaimana dapat berkarya sesuai dengan rencana Tuhan?!
(Gurauan dalam hati, “Tuhan, kalau berbicara jangan bisik-bisik, ngga denger…")  


Sepulang perkunjungan,
di malam hari,
14 Maret 2011


[Xia Chara]

No comments:

Post a Comment