Jam kehidupan diputar sekali…
Tanpa seorangpun tahu kapan ‘kan berhenti…
Masih terekam jelas di benak saya ketika berulangtahun yang
ke-13, orangtua saya memberikan kado ulangtahun
bertempelkan sebuah kartu ucapan… Sebuah kartu ucapan
sederhana… secarik kertas tipis… yang digores dengan tinta
printer berwarna merah… goresan-goresan itu berkata
demikian, “…pergunakanlah waktu yang ada, karena
hari-hari ini adalah jahat.” (Efesus 5:16). Sembilan tahun
lalu, ketika saya membaca goresan-goresan tinta merah itu,
saya bingung… dan bertanya-tanya… Apakah selama ini saya
telah menyia-nyiakan waktu saya? Apakah selama ini saya
tidak mempergunakan waktu dengan baik? Sembilan tahun
lalu, saya menjawab dalam hati pertanyaan-pertanyaan saya
sendiri tersebut, “Enak saja, saya pergunakan waktu saya
dengan baik kok… Sepulang sekolah saya isi waktu saya
untuk mengikuti ekstrakurikuler, praktikum, kegiatan OSIS,
kegiatan kerohanian, berbagai macam ini-itu di sekolah… Di
gereja pun saya sudah menjadi aktivis… bla-bla-bla.” Itu
sembilan tahun lalu… Bagaimana dengan sekarang, saat ini,
kini, dan di sini?
ke-13, orangtua saya memberikan kado ulangtahun
bertempelkan sebuah kartu ucapan… Sebuah kartu ucapan
sederhana… secarik kertas tipis… yang digores dengan tinta
printer berwarna merah… goresan-goresan itu berkata
demikian, “…pergunakanlah waktu yang ada, karena
hari-hari ini adalah jahat.” (Efesus 5:16). Sembilan tahun
lalu, ketika saya membaca goresan-goresan tinta merah itu,
saya bingung… dan bertanya-tanya… Apakah selama ini saya
telah menyia-nyiakan waktu saya? Apakah selama ini saya
tidak mempergunakan waktu dengan baik? Sembilan tahun
lalu, saya menjawab dalam hati pertanyaan-pertanyaan saya
sendiri tersebut, “Enak saja, saya pergunakan waktu saya
dengan baik kok… Sepulang sekolah saya isi waktu saya
untuk mengikuti ekstrakurikuler, praktikum, kegiatan OSIS,
kegiatan kerohanian, berbagai macam ini-itu di sekolah… Di
gereja pun saya sudah menjadi aktivis… bla-bla-bla.” Itu
sembilan tahun lalu… Bagaimana dengan sekarang, saat ini,
kini, dan di sini?
Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan saatnya jam kehidupan akan
terhenti, tak terkecuali dengan saya. Kehidupan terus bergulir tanpa meminta ijin,
tanpa permisi… Kehidupan terus bergulir tanpa mempedulikan para pelaku
kehidupan yang (barangkali) menginginkan kehidupan berhenti walau sejenak…
Itulah kehidupan… terus bergulir… terus berjalan… Hanya Sang Pemilik
Kehidupan yang berhak untuk menghentikan jam kehidupan…
Setiap orang tanpa kecuali, dianugerahi 24 (dua puluh empat) jam oleh Sang
Pemilik Kehidupan… Bagi sebagian orang, 24 jam dapat terasa sangat
panjang… bahkan kebingungan bagaimana caranya menghabiskan 24 jam
tersebut… Namun, bagi sebagian yang lain, 24 jam dapat terasa sangat
pendek… bahkan kebingungan bagaimana caranya mengerjakan segala
sesuatunya dengan cepat-tepat, menyelesaikan segala sesuatu yang berderet-deret
tanpa jeda dengan beres-berdaya guna positif… Ah, lagi-lagi ini masalah
perspektif… Bisa saja saya tidak setuju dengan orang lain yang mengatakan
diri mereka sibuk, karena jelas-jelas saya melihat mereka punya banyak waktu
luang untuk bersantai… Demikian pula sebaliknya… Bagaimana dengan diri
saya sendiri; terlepas dari anggapan, penilaian, ataupun perspektif dari orang
lain? Bagaimana saya meresponi jam kehidupan yang terus berputar sebagai
sebuah kenyataan yang mutlak kebenarannya?
Pemilik Kehidupan… Bagi sebagian orang, 24 jam dapat terasa sangat
panjang… bahkan kebingungan bagaimana caranya menghabiskan 24 jam
tersebut… Namun, bagi sebagian yang lain, 24 jam dapat terasa sangat
pendek… bahkan kebingungan bagaimana caranya mengerjakan segala
sesuatunya dengan cepat-tepat, menyelesaikan segala sesuatu yang berderet-deret
tanpa jeda dengan beres-berdaya guna positif… Ah, lagi-lagi ini masalah
perspektif… Bisa saja saya tidak setuju dengan orang lain yang mengatakan
diri mereka sibuk, karena jelas-jelas saya melihat mereka punya banyak waktu
luang untuk bersantai… Demikian pula sebaliknya… Bagaimana dengan diri
saya sendiri; terlepas dari anggapan, penilaian, ataupun perspektif dari orang
lain? Bagaimana saya meresponi jam kehidupan yang terus berputar sebagai
sebuah kenyataan yang mutlak kebenarannya?
Sebagai pribadi yang dibentuk oleh lingkup keluarga yang disiplin-tepat waktu,
sampai saat inipun saya tidak pernah lelah untuk belajar menghargai waktu,
untuk mengupayakan disiplin diri… Jatuh-bangun saya alami… Terkadang
saya begitu kaku dengan waktu, dan tidak segan-segan menjudge dalam hati,
semua orang yang tidak menghargai waktu… Terkadang pula saya begitu
fleksibel dan memanjakan diri sendiri, sehingga mampu terlena dengan keadaan
yang kurang atau bahkan tidak menghargai waktu… Wah, bagaimana ini?
Padahal jam kehidupan berputar tanpa henti… Sudahkah saya
mengalokasikan waktu saya untuk terus berkarya tanpa henti bagi Sang Pemilik
Kehidupan? Sudahkah saya membuat Sang Pemilik Kehidupan tersenyum dan
mengatakan, “Good job, my beloved daughter…” ? Namun… saya pun kembali
merenung… Saya meyakini bahwa saya mampu melihat Sang Pemilik
Kehidupan dalam diri setiap orang yang saya jumpai, saya temui… Keyakinan
tersebut mengantarkan pada pertanyaan: apakah itu juga mengandung arti
bahwa setiap lontaran pujian maupun setiap lontaran cercaan juga berasal dari
Sang Pemilik Kehidupan? Saya berandai-andai… jika ya… maka saya akan
tertunduk, dan memohon ampun… Ampuni saya ya Tuhan… jikalau menurut
Engkau, saya belum all out bagi Engkau…
Sang Pemilik Kehidupan memiliki kehidupan saya seutuhnya… dan… tidak
ada alasan bagi saya untuk menolak kehendak Sang Pemilik Kehidupan… Ini
merupakan sebuah kesadaran sesadar-sadarnya… yang lahir dari ketulusan nan
jauh dari keterpaksaan… Jikalau Sang Pemilik Kehidupan pernah mengatakan,
“Ku utus kau tinggalkan ambisimu, padamkanlah segala nafsumu,
namun berkaryalah dengan sesama. Kuutus kau; bersatulah
teguh.” (NKB 210:4) maka “anggukan dan senyuman” (baca: kesediaan
memberi diri) yang saya haturkan padaNya tahun 2007 lalu bukannya
memudar, tetapi malah semakin terang… seterang tinta printer berwarna merah
pada secarik kertas tipis… yang juga terus bergaung di telinga hati sanubari,
“…pergunakanlah waktu yang ada…”.
Bromo 10, Madiun
April 27th, 2011
Erchia Chara P.
No comments:
Post a Comment