Wednesday, April 27, 2011

JAM KEHIDUPAN...

Jam kehidupan diputar sekali…
Tanpa seorangpun tahu kapan ‘kan berhenti…

Masih terekam jelas di benak saya ketika berulangtahun yang

ke-13, orangtua saya memberikan kado ulangtahun

bertempelkan sebuah kartu ucapan… Sebuah kartu ucapan

sederhana… secarik kertas tipis… yang digores dengan tinta

printer berwarna merah… goresan-goresan itu berkata

demikian, “…pergunakanlah waktu yang ada, karena

hari-hari ini adalah jahat.” (Efesus 5:16). Sembilan tahun

lalu, ketika saya membaca goresan-goresan tinta merah itu,

saya bingung… dan bertanya-tanya… Apakah selama ini saya

telah menyia-nyiakan waktu saya? Apakah selama ini saya

tidak mempergunakan waktu dengan baik? Sembilan tahun

lalu, saya menjawab dalam hati pertanyaan-pertanyaan saya

sendiri tersebut, “Enak saja, saya pergunakan waktu saya

dengan baik kok… Sepulang sekolah saya isi waktu saya

untuk mengikuti ekstrakurikuler, praktikum, kegiatan OSIS,

kegiatan kerohanian, berbagai macam ini-itu di sekolah… Di

gereja pun saya sudah menjadi aktivis… bla-bla-bla.” Itu

sembilan tahun lalu… Bagaimana dengan sekarang, saat ini,

kini, dan di sini?


Tidak ada seorangpun yang mengetahui kapan saatnya jam kehidupan akan

terhenti, tak terkecuali dengan saya. Kehidupan terus bergulir tanpa meminta ijin,

tanpa permisi… Kehidupan terus bergulir tanpa mempedulikan para pelaku

kehidupan yang (barangkali) menginginkan kehidupan berhenti walau sejenak…

Itulah kehidupan… terus bergulir… terus berjalan… Hanya Sang Pemilik

Kehidupan yang berhak untuk menghentikan jam kehidupan…



 

Setiap orang tanpa kecuali, dianugerahi 24 (dua puluh empat) jam oleh Sang

Pemilik Kehidupan… Bagi sebagian orang, 24 jam dapat terasa sangat

panjang… bahkan kebingungan bagaimana caranya menghabiskan 24 jam

tersebut… Namun, bagi sebagian yang lain, 24 jam dapat terasa sangat

pendek… bahkan kebingungan bagaimana caranya mengerjakan segala

sesuatunya dengan cepat-tepat, menyelesaikan segala sesuatu yang berderet-deret

tanpa jeda dengan beres-berdaya guna positif… Ah, lagi-lagi ini masalah

perspektif… Bisa saja saya tidak setuju dengan orang lain yang mengatakan

diri mereka sibuk, karena jelas-jelas saya melihat mereka punya banyak waktu

luang untuk bersantai… Demikian pula sebaliknya… Bagaimana dengan diri

saya sendiri; terlepas dari anggapan, penilaian, ataupun perspektif dari orang

lain? Bagaimana saya meresponi jam kehidupan yang terus berputar sebagai

sebuah kenyataan yang mutlak kebenarannya?



Sebagai pribadi yang dibentuk oleh lingkup keluarga yang disiplin-tepat waktu,

sampai saat inipun saya tidak pernah lelah untuk belajar menghargai waktu,

untuk mengupayakan disiplin diri… Jatuh-bangun saya alami… Terkadang

saya begitu kaku dengan waktu, dan tidak segan-segan menjudge dalam hati,

semua orang yang tidak menghargai waktu… Terkadang pula saya begitu

fleksibel dan memanjakan diri sendiri, sehingga mampu terlena dengan keadaan

yang kurang atau bahkan tidak menghargai waktu… Wah, bagaimana ini?

Padahal jam kehidupan berputar tanpa henti… Sudahkah saya

mengalokasikan waktu saya untuk terus berkarya tanpa henti bagi Sang Pemilik

Kehidupan? Sudahkah saya membuat Sang Pemilik Kehidupan tersenyum dan

mengatakan, “Good job, my beloved daughter…” ? Namun… saya pun kembali

merenung… Saya meyakini bahwa saya mampu melihat Sang Pemilik

Kehidupan dalam diri setiap orang yang saya jumpai, saya temui… Keyakinan

tersebut mengantarkan pada pertanyaan: apakah itu juga mengandung arti

bahwa setiap lontaran pujian maupun setiap lontaran cercaan juga berasal dari

Sang Pemilik Kehidupan? Saya berandai-andai… jika ya… maka saya akan

tertunduk, dan memohon ampun… Ampuni saya ya Tuhan… jikalau menurut

Engkau, saya belum all out bagi Engkau…



Sang Pemilik Kehidupan memiliki kehidupan saya seutuhnya… dan… tidak

ada alasan bagi saya untuk menolak kehendak Sang Pemilik Kehidupan… Ini

merupakan sebuah kesadaran sesadar-sadarnya… yang lahir dari ketulusan nan

jauh dari keterpaksaan… Jikalau Sang Pemilik Kehidupan pernah mengatakan,

“Ku utus kau tinggalkan ambisimu, padamkanlah segala nafsumu,

namun berkaryalah dengan sesama. Kuutus kau; bersatulah

teguh.” (NKB 210:4) maka “anggukan dan senyuman” (baca: kesediaan

memberi diri) yang saya haturkan padaNya tahun 2007 lalu bukannya

memudar, tetapi malah semakin terang… seterang tinta printer berwarna merah

pada secarik kertas tipis… yang juga terus bergaung di telinga hati sanubari,

“…pergunakanlah waktu yang ada…”.



Bromo 10, Madiun

April 27th, 2011


Erchia Chara P.

No comments:

Post a Comment