Wednesday, April 13, 2011

Kasih Allah yang Universal

Yesaya 14:24-16:14


Ketika saya mengetikkan kata “kasih” pada mesin pencari Google, muncul sebanyak 132.000.000 web. Kemudian saya menambahkan kata-kata lain sehingga kata-kata yang ada pada mesin pencari Google menjadi “kasih yang universal”, dan muncul sebanyak 5.920.000 web. Kemudian saya tambahkan lagi satu kata sehingga kata-katanya menjadi “kasih Allah yang universal”, dan setelah saya klik “search”, muncul sebanyak 165.000 web. Kalau begitu apa artinya dan apa pentingnya fakta tersebut? Fakta tersebut menunjukkan, atau paling tidak memberi kesan bahwa baik “kasih”, “kasih yang universal”, maupun “kasih Allah yang universal” merupakan hal yang marak untuk dipikirkan, ditulis, diperbincangkan, bahkan diperdebatkan. Tidak terkecuali dengan kita semua yang membaca ini, seberapa sering dalam hari-hari kita, kita memikirkan tentang kasih Allah? Seberapa sering kita mencatat tentang kasih Allah dalam buku kehidupan kita masing-masing? Seberapa sering kita membagikan kisah mengenai kasih Allah pada orang-orang di sekitar kita? Tetapi juga seberapa sering kita meragukan dan mempertanyakan kasih Allah?

Seorang novelis spiritualis terkenal bernama Paulo Coelho, yang karya-karyanya telah mencapai 47 juta copy dan diterjemahkan ke dalam 56 bahasa di dunia, menuliskan demikian dalam karya hebatnya yang berjudul “The Pilgrimage”, “Tuhan bukan pendendam. Tuhan adalah cinta. Bentuk hukuman Tuhan hanya membuat orang yang menghentikan laku cinta agar meneruskannya (laku cinta) kembali.” Serentetan kalimat sederhana yang mampu meng-on-kan pemikiran bahkan perasaan saya. Dan di antara serentetan kalimat tersebut ada tiga kata yang menarik: “Tuhan adalah cinta”. “Tuhan adalah cinta”? Apa maksudnya? Kalau dibahasakan matematis, “Tuhan = cinta”. Apakah dalam klausa “Tuhan = cinta” tersebut berlaku hukum distributif matematis, yang apabila ruas kanan dipindah ke ruas kiri dan sebaliknya akan menghasilkan nilai yang sama? Dengan kata lain, apakah “Tuhan = cinta” sama nilainya “cinta = Tuhan”? Sebuah pertanyaan yang sepertinya menginginkan jawaban “iya” atau “tidak”. Dalam tulisan lain, Paulo Coelho menulis, “Di zaman sekarang, orang menganggap dan menjadikan Tuhan sebagai sebuah konsep yang dapat dibuktikan secara ilmiah.” Betapa tidak, ada berapa banyak orang berupaya memformulasikan dalam kata-kata mengenai Tuhan yang sepaket dengan karya-karyaNya? Barangkali yang saya lakukan sekarang, juga termasuk di dalamnya. Ada berapa banyak orang yang memproyeksikan kejadian-kejadian yang ditulis dalam Alkitab pada kehidupannya ataupun sebaliknya, memproyeksikan pengalaman-pengalaman hidupnya pada kejadian-kejadian yang ditulis dalam Alkitab?  


Dalam perikop Yesaya 14:24-27 yang diberi judul “Ucapan ilahi terhadap Asyur” oleh LAI, memiliki makna penting bahwa Tuhan adalah benar-benar Tuhan yang menguasai sejarah bangsa-bangsa. Perikop ini dimulai dengan (ay. 24) suatu pernyataan sumpah pada diriNya sendiri bahwa apa yang telah Tuhan kehendaki dan rencanakan, pasti akan terlaksana. Tuhan sendiri yang akan bertindak dan mengalahkan tentara Asyur di negeri Tuhan sendiri, yaitu di negeri Yehuda. Mengapa harus demikian? Pada waktu itu, Asyur menganggap dirinya sebagai kerajaan dunia, raja Asyur menjadi sombong dan kejam, Asyur meninggikan diri terhadap Tuhan. Di atas gunung Tuhan, yaitu Sion, Tuhan akan menginjak-injak mereka dan membuat mereka tidak berdaya sama sekali. Demikianlah Tuhan akan berbuat terhadap “seluruh bumi dan bangsa-bangsa”. Suatu peringatan dan kesaksian bagi bangsa-bangsa di bumi, oleh karena (ay. 27) Tuhan telah merancangkan dan tangan Tuhan telah teracung. Kalau memang Tuhan kita adalah benar-benar Tuhan yang menguasai sejarah bangsa-bangsa, maka kalimat yang ditulis Paulo Coelho, “Tuhan bukan pendendam. Tuhan adalah cinta. Bentuk hukuman Tuhan hanya membuat orang yang menghentikan laku cinta agar meneruskannya (laku cinta) kembali.” menjadi masuk akal.


Dalam perikop berikutnya, yakni Yesaya 14:28-32 sarat akan simbol-simbol. Ada ular, ular beludak, dan ular naga terbang. Ketiga simbol tersebut menunjukkan suatu klimaks, menunjukkan bahwa kekuasaan Asyur makin lama makin kuat, diiringi pula dengan makin meningkatnya tekanan dan penindasan terhadap bangsa-bangsa. Kemudian, perhatian ujug-ujug diarahkan kepada keadaan di Yerusalem yang dilindungi oleh Tuhan, suatu gambaran yang berbeda sekali dengan keadaan di Filistea. (Ay. 30) Yang paling hina akan mendapat makanan dan orang-orang miskin akan diam dengan tentram. Kesentosaan tersebut bukan hasil pekerjaan manusia sendiri, melainkan Tuhan yang menciptakannya. Kita harus mengakui bahwa hidup kita adalah sebuah misteri penuh pertanyaan. Kita mengalami diri sebagai makhluk terbatas pun juga tak terbatas. Kalau berbicara mengenai cita-cita dan keinginan, sepertinya kita memang tidak ada batasnya. Tetapi kalau melihat kenyataan dalam upaya meraih cita-cita dan keinginan, kita terbatas. Kita bukan tuan atas hidup kita sendiri. Terhadap fakta dasariah ini, kita harus mengambil sikap. Kita dapat menerima hidup ini sebagai nasib atau sebagai anugerah. Kita dapat merasa dibebani oleh hidup ini, atau kita dapat merasa bahagia. James Petersen mengatakan, “Jika Anda takut dengan masa depan Anda, Anda tidak hidup di masa kini.” Kita harus mengambil sikap dengan bebas. Kalau kita dapat menerima hidup ini sebagai suatu anugerah, maka kita dapat bersyukur kepada Dia, Sang Sumber Kehidupan. Tetapi dalam menerima anugerah, kita tidak pasif. Kita menerima anugerah dengan berperan aktif atas hidup kita. Apa yang sanggup Allah lakukan bagi dunia, juga sanggup terjadi dalam hidup kita asalkan kita mau percaya dan bertindak!     


Perikop berikutnya yakni Yesaya 15:1-9 disajikan dalam bentuk puisi dan merupakan nyanyian ratapan. Di sana dilukiskan situasi panik dan perkabungan sebagai akibat dari pemusnahan kota Ar-Moab yang mendadak, yang membuat seluruh negeri menjadi kalang kabut. Kepanikan dan penderitaan menyebar di seluruh tanah Moab. (Ay. 5) menunjukkan jeritan jiwa nabi yang merasa pedih atas nasib orang-orang Moab. Pertumpahan darah yang hebat karena adanya pembunuhan masal. Orang-orang tidak sempat melarikan diri. Akan tetapi, Tuhan mengatakan bahwa penderitaan tersebut masih belum cukup dan Tuhan masih akan menambah lagi. Berdasarkan penderitaan yang dilukiskan dalam pasal 15 ini, kini orang-orang Moab mengharapkan dan mohon pertolongan dan perlindungan dari Sion di Yehuda. Hal ini memberi suatu harapan bagi bangsa yang tertindas. Sion menjadi tempat perlindungan yang kokoh. Nabi memberi penghiburan pada Moab maupun kepada Yehuda bahwa betapapun kuatnya musuh akan dibinasakan sama sekali. Maka berdasarkan berita eskatologis ini, Yehuda diharapkan tidak ikut menjadi panik atau bersikap kejam terhadap orang-orang Moab yang mengungsi dan mencari perlindungan, karena: Tuhan yang menjadi Pelindung dan Penyelamat bagi orang-orang sengsara dan menderita; keselamatan dan kemuliaan YHWH didasarkan atas kasih setiaNya tidak boleh diragukan. Emosi dan kepedulian nabi yang diungkapkan sedikit banyak mencerminkan sikap Tuhan terhadap orang berdosa. Tuhan sebenarnya tidak menghendaki kebinasaan, melainkan kehidupan.


Sebuah tema yang mendunia, yang mampu menghadirkan 165.000 web melalui mesin pencari Google, yaitu “Kasih Allah yang Universal”. “Universal” sebagai adjective, yang sarat akan influence. Universal, bukan partikular. Kasih Allah itu universal. Dari uraian panjang tadi (di atas), dapat diketemukan 3 (tiga) bukti keuniversalan kasih Allah sebagai sebuah kesimpulan: 

(1) Kasih Allah ada dalam setiap inchi sejarah bangsa-bangsa, dimana secara implisit pula mengandung pemikiran bahwa kasih Allah ada dalam setiap produk akal sehat kita. Akal sehat mampu merekam tiap inchi sejarah yang terukir dalam kehidupan, yang kemudian diabadikan dengan beragam cara.

(2) Kasih Allah hadir melalui kesentosaan, yang diyakini sebagai buah pekerjaan Allah bagi ciptaanNya. Kesentosaan bukan hasil pekerjaan manusia sendiri, melainkan Tuhan yang menciptakannya. Sehingga kalau kita dapat menerima hidup ini secara pro aktif sebagai suatu anugerah, maka kita dapat bersyukur kepada Dia, Sang Sumber Kehidupan. Sebuah pepatah Tiongkok berbunyi demikian, “Tidak ada kemuliaan yang dicapai dengan menjadi lebih baik dari orang lain. Kemuliaan sesungguhnya adalah menjadi lebih baik dari diri sebelumnya.”

(3) Kasih Allah yang tidak dapat diragukan eksistensinya hadir melalui perlindungan dan penyelamatan bagi orang-orang sengsara dan menderita. Siapakah yang masuk dalam klasifikasi atau kategori orang-orang sengsara dan menderita? Semua usaha pembebasan dan penyelamatan memiliki nilai, usaha yang mendorong tumbuhnya hak dan keadilan yang nyata pun memiliki nilai. Menilik keadaan dewasa ini, seringkali ditandai oleh kekacauan, kemelaratan, kesengsaraan. Gubuk reot di kota-kota besar seringkali digusur demi keserasian tata kota. Orang-orang miskin menuntut rasa kemanusiaan dan rasa persaudaraan, tetapi sayang, tuntutan itu dicap sebagai tindakan subversif. Apa artinya bagi kita? Eksistensi kasih Allah juga mampu tercermin dari perjuangan kita demi perkara orang-orang sengsara dan menderita. Lha saya sendiri menderita dan sengsara, kok malah diminta berjuang demi orang lain yang katanya sengsara dan menderita?! Dalam secarik kertas tertulis, “Putri kecilKu, datanglah, antarkan Aku ke lorong-lorong tempat orang-orang yang miskin. Datang dan jadilah cahayaKu. Aku tidak bisa pergi sendiri. Mereka tidak mengenal Aku. Maka mereka tak menginginkan Aku. Engkau datanglah, pergilah ke tengah-tengah mereka, bawalah Aku bersamamu ke tengah-tengah mereka. Engkau akan menderita, tapi ingat bahwa Aku bersamamu. Bahkan jika seluruh dunia menolakmu, ingatlah bahwa engkau milikKu dan Aku hanya milikmu. Jangan takut…” Milik siapakah tulisan tersebut? Dan dialamatkan kepada siapa? Tulisan tersebut ditulis oleh Mother Teresa; dimana dalam tulisan tersebut Mother Teresa menggambarkan dirinya sebagai putri kecil Yesus, yang diminta Yesus untuk berjuang demi perkara orang-orang sengsara dan menderita.

Selamat menyentuh “kasih Allah yang universal” dengan menggunakan ranah kognitif, afektif, dan psikomotorik!!





Bromo 10-Madiun,
4 April 2011 menjelang 5 April 2011



Erchia Chara P. 

No comments:

Post a Comment