Wednesday, April 20, 2011

Permenungan Mendalam di Tiap Perhentian

…PERHENTIAN 1: YESUS MEMANGGUL SALIB-NYA…

Pada waktu itu…
Yesus memanggul salibNya…

Begitu keputusan penghukuman dijatuhkan,
Yesus diserahkan kepada para serdadu untuk disiksa.
Serdadu-serdadu Roma memperlakukan Yesus dengan cara-cara penyiksaan yang mengerikan…
Yesus dicambuki, dan dihina dengan berbagai macam cara…
Yesus dilemparkan ke sana ke mari dan dijadikan sasaran olok-olokan yang memalukan…
Dengan cara ini Yesus menjadi setia kawan dengan semua yang tertindas dalam sejarah…
Hukuman salib merupakan hukuman yang paling biadab dan ngeri…
Hukuman itu ditimpakan kepada para pemberontak politik dan para budak…
Orang-orang Yahudi memandang hal itu sebagai kutukan Allah…

Mengapa harus hukuman salib? Apakah sesungguhnya makna salib, bagi Yesus dan bagi kita?  

Salib bukan hanya sepotong kayu belaka…
Salib adalah segala bentuk kesulitan hidup ini…
Salib adalah segala sesuatu yang membuat kita menderita…
Itulah arti memanggul salib kita setiap hari…

Setiap kita tidak bisa tidak memanggul salib… Salib yang kita panggul berbeda-beda…
Sekalipun berbeda… itu tetaplah salib…
Barangkali kita merasa dengki dengan salib milik orang lain… Salib orang lain terlihat lebih ringan…
Barangkali kita pun protes dan bertanya, “Mengapa harus salib yang ini?? Mengapa bukan yang lain saja??”
Kita tidak dapat memilih salib mana yang harus kita pikul…

Salib… ya, salib…
Yesus memanggul salib-salib kehidupanNya tanpa mengeluh;
Yesus tidak saja menerima salib yang ditimpakan padaNya oleh orang Roma dan orang Yahudi.
Yesus memeluknya secara bebas karena cinta…
Yesus mengubah salib, dari tanda penderitaan menjadi tanda pembebasan…

Lantas… bagaimana dengan salib milik kami? Apakah kami pun dapat mengubah salib kami yang berat dan menekan ini menjadi sebuah kebebasan, dimana kami tidak lagi harus berjalan tertatih-tatih karena memanggulnya?

…PERHENTIAN 2: YESUS JATUH…

Pada waktu itu…
Yesus jatuh…

Tenaga Yesus terkuras… karena banyak darah terkucur akibat penyesahan…
Apalagi Ia lapar dan haus…
Ia terbungkuk-bungkuk di bawah salib yang berat…
Yesus terhuyung-huyung dan jatuh tersungkur ke tanah…

Bagaimana mungkin Dia yang menguasai seluruh jagad raya dapat jatuh?

Dengan peristiwa jatuh ini Putra Allah yang abadi terhempas dan menyentuh debu tanah untuk pertama kalinya…
Jatuh bukan hanya peristiwa lahiriah belaka…
Jatuh berarti mengakui secara bebas dan tulus batas-batas kemampuan kita…
Di hadapan situasi yang tak dapat kita atasi dan memaksa kita tunduk menyerah…
Jatuh adalah tanda bukti kerapuhan manusiawi kita…
Jatuh adalah tanda kerapuhan tanah liat yang darinya kita telah diciptakan…

Yesus…
Sungguh-sungguh mengalami nasib manusia…
Putra Manusia mengalami secara pribadi semua derita dan kelemahan manusia…
Putra Manusia mengalami rasa lapar, haus, lelah…
Ia merasakan panasnya terik matahari…
Ia pernah dilanda rasa takut dan dilanda kesedihan…
Ia pernah mengalami fitnahan, ancaman maut…
Ia pernah mengalami godaan berat, panik, dan cemas akan kematian…
Ia pernah merasakan beratnya belenggu dan tajamnya mahkota duri…

Setiap kita pastilah pernah jatuh saat memikul salib kita masing-masing…
Jatuh karena panas teriknya penderitaan…
Jatuh karena keterfokusan pada ketakutan dan kesedihan yang mendalam…
Jatuh karena fitnahan… godaan berat… kepanikan… kecemasan… yang teramat sangat…
Jatuh karena beratnya pergumulan hidup dan tajamnya duri-duri permasalahan hidup…

Akankah kita bangun kembali sesudah jatuh?
Akankah kita bersedia dengan tekad teguh untuk memulai lagi menempuh perjalanan sembari tetap memanggul salib?
Akankah kita siap untuk berjuang kembali menapak selangkah demi selangkah jalan hidup yang tidak selalu lurus dan rata?

…PERHENTIAN 3: YESUS BERJUMPA DENGAN BUNDA-NYA…

Pada waktu itu…
Yesus berjumpa dengan bundaNya…

Setelah jatuh, Ia bangun lagi dengan terhuyung-huyung; wajahNya berlumuran darah dan keringat;
mataNya membengkak; ketika itulah Yesus tiba-tiba melihat wajah ibuNya yang tercinta di tengah khalayak ramai itu… mereka tidak dapat berbicara satu sama lain; kata-kata serasa tersangkut di leher;
bahkan bahasa isyarat pun mereka tidak dapat. Hanya tatapan mereka saja yang saling bertemu…

Setiap orang berteriak, menuduh, mengolok, dan membentak Yesus…
Hanya Maria… memberikan kehangatan dan dukungan dengan kehadiran dan air matanya;
Ia tidak berdaya untuk menolong; ia hanya membisu…

Hubungan cinta yang paling suci, yaitu hubungan cinta yang terjalin antara anak dengan ibu, remuk di bawah salibNya… Yesus melihat ibuNya terpukul juga…
Setiap ibu pasti menanggung penderitaan ganda: menanggung penderitaannya sendiri, sekaligus penderitaan anaknya… Tetapi cinta Maria terhadap Yesus lebih kuat dari maut…

Maria berbagi derita yang ditimpakan kepada Yesus secara tidak adil…
Maria menangis karena hukuman yang jahat dan tidak adil…
Maria secara bebas dan sukarela menanggung semua itu bersama Yesus…
Sebab Maria tahu bahwa semua itu akan membawa penebusan, pelepasan, dan pembebasan…
Maria sedang bekerja sama untuk menciptakan satu dunia;
Dalam dunia itu tak akan pernah ada orang yang disalibkan lagi;
Maria… ibu Yesus… membantu dengan tangisan, kesedihan, dan rasa kesetiakawanannya…

Tidak sadarkah kita bahwa kita tidak pernah sendirian saat memanggul salib? 
Tidak sadarkah kita bahwa selalu ada orang-orang terdekat yang dengan setia memberikan kehangatan dan dukungan tatkala kita memanggul salib? Siapa sajakah mereka? Ingatlah mereka… satu demi satu… Ingatlah… Sebutkanlah nama mereka satu per satu dalam lubuk hatimu… Sebutkanlah… jangan ada yang terlewat…


…PERHENTIAN 4: YESUS MENGHIBUR WANITA YERUSALEM…


Pada waktu itu…
Wanita-wanita menangisi Yesus…

Terdorong oleh keberanian yang besar, Yesus bangun lagi untuk kedua kalinya dan memanggul salibNya sampai ke tujuanNya… Yesus mendengar wanita-wanita yang sedih, dan menangis karena melihat keadaanNya yang sangat memilukan…


Menaruh iba adalah salah satu cara untuk berbagi derita, yaitu derita orang lain yang menyedihkan…
Bagaimanapun juga manusia selalu mampu merasakan sendiri kesedihan atau penderitaan orang lain…
Karena orang lain bukan sekadar “yang lain” begitu saja… orang lain adalah sesama kita, saudara maupun saudari kita… Kesedihan yang ditanggung bersama akan menjadi ringan…
Ada rasa atau ikatan kesatuan antara orang-orang yang sedang menderita;
Rasa ngeri karena kesepian dan ditinggalkan akan berakhir dan terobati, jika ada orang lain menaruh iba dan menunjukkan rasa haru yang mendalam dan tulus murni…
Seberapa sering kita bersedia hadir dalam kesedihan dan penderitaan saudara-saudari kita yang kesepian dan ditinggalkan? Juga… seberapa sering kita menanggung kesedihan dan kesepian bersama-sama untuk melahirkan rasa dan ikatan kesatuan?  

…PERHENTIAN 5: YESUS DIPAKU PADA KAYU SALIB…

Pada waktu itu…
Yesus disalibkan…

Paku-paku besar ditancapkan menembus pergelangan tangan dan kakiNya…
Salib diangkat dan dipancangkan dengan kuat ke tanah…
Yesus mendengar kata-kata penghinaan, tetapi Dia mengampuni mereka yang mengucapkannya: “Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan…”

Melalui kehidupan dan pewartaanNya, Yesus yang bertindak atas nama Allah, berusaha menanamkan semangat dalam diri manusia… Yaitu semangat dimana salib kekerasan pada sesama tak akan pernah ada lagi…

SalibNya itu bukanlah akibat tindakan sewenang-wenang dari Allah…
Allah tidak menghendaki kematian tetapi kehidupan dalam segala kepenuhannya…
Yesus setia sampai akhir… Dia tidak takut menghadapi konflik, penghinaan, dan hukuman…
Satu-satunya daya pendorong dalam hidupNya adalah kesetiaan pada kehendak Bapa dan bukan ketakutan akan kematian…

Sudahkah kita setia pada kehendak Bapa sampai akhir? Sudahkah kita berjuang melawan ketakutan-ketakutan kita? Paku-paku besar yang ditancapkan… tentu harus melewati proses untuk berkali-kali dipukul-pukul dengan palu… Berkali-kali itulah yang mampu pula menggambarkan betapa seringnya kesakitan-kesakitan yang kita rasakan akibat paku-paku yang terkena pukulan-pukulan dari palu…
Paku-paku yang telah menancap tidak dapat tidak membekas… Berapa banyak “bekas paku” yang ada pada setiap kita? Berapa banyak “bekas paku” yang tidak berusaha bahkan tidak pernah terpikirkan untuk kita lapisi dengan semen?   

…PERHENTIAN 6: SUDAH SELESAI…

Pada waktu itu…
Yesus wafat dan tergantung di salib…

Yesus tidak lagi diberi tempat berpijak di bumi ini… karena Dia tergantung di salib… Dia tergantung di antara langit dan bumi selama tiga jam yang mengerikan… Yesus disalibkan karena manusia menolakNya, tetapi penolakan itu diartikanNya sebagai cinta… cinta yang mengorbankan diri… untuk pengampunan bagi semua umat manusia… Kini perjuangan Yesus yang mengerikan adalah perjuangan melawan BapaNya sendiri…
Bapa yang dirasakanNya begitu akrab pada AnakNya, Bapa yang telah diwartakanNya sebagai Maha Kasih dan Maha Baik, Bapa yang KerajaanNya telah diwartakanNya, Bapa itu jugalah yang kini tampaknya telah meninggalkanNya sama sekali… Yesus berteriak dengan suara nyaring… “Eloi… eloi… lama sabakhtani…?”
Kata-kata terakhir dari Yesus melukiskan penyerahan DiriNya secara total… Penyerahan Diri itu dipersembahkan secara bebas, bukan sikap menyerah pasrah pada nasib: “Sudah selesai… (Yohanes 19:30)”  Yesus menundukkan kepalaNya dan menyerahkan nyawaNya…


Mampukah kita berjuang sekuat mungkin sampai mencapai batas kemampuan kita demi “Sudah selesai…”?
Mampukah kita mengorbankan segala-galanya demi mengatakan, “Sudah selesai…” pada perjalanan kehidupan memanggul salib kita?



Madiun, April 2011
Erchia Chara P.
(Konseptor Ibadah Jumat Agung-Jalan Salib)

No comments:

Post a Comment