Wednesday, April 6, 2011

“Membakar Hati yang Hitam…”

Semoga prosesi “membakar hati yang hitam” bukan sekadar tindakan yang manut wae menurut liturgi… Itu harapan saya sebagai konseptor liturgi… Namun, siapa yang dapat melihat kedalaman hati? Siapa yang dapat melihat komitmen dan kesungguhan?

Menyelidiki kedalaman hati bukan merupakan hal yang mudah untuk dilakukan ketika berada dalam sebuah lingkaran rutinitas bahkan hiruk-pikuk kehidupan. Perlu “keheningan batin”… dan itu perlu adanya upaya bersengaja untuk menciptakannya… Jujur se-jujur-jujur-nya di hadapan Tuhan dengan kerendahan hati, sudahkah saya “membakar hati yang hitam”? Dan lebih dari itu, sudahkah saya memampukan orang lain [orang-orang yang barangkali pernah saya sakiti] untuk “membakar hati yang hitam” dan “memberikan cinta kasih” pada saya?

Sekeras apapun upaya untuk tidak menyakiti orang lain tetap tidak mampu menutup sama sekali kemungkinan-kemungkinan untuk menyakiti orang lain. Saya masih manusia kok… Lengkap dengan kelebihan dan kekurangan… Ketidak-sempurnaanku adalah kesempurnaanku… sehingga tetap harus terus-menerus meminta campur-tangan Tuhan untuk menyembuhkan dan mengganti “hati hitam” dengan “cinta kasih”, baik milikku, maupun milik orang lain.

Madiun, 25 Maret 2011
Sepulang Kebaktian Doa Puasa


[Xia Chara]

No comments:

Post a Comment